Aku akui aku bukanlah seorang gadis yang mudah percaya dengan takhayul. Aku bukan superstitious. Aku malah merasa orang-orang yang superstitious itu adalah orang yang aneh. Aku percaya takdir, aku percaya pada Tuhanku, dan aku percaya pada jalan hidupku. Tapi entahlah, aku masih saja meragukan diriku, mengapa aku yang mengagung-agungkan keadaan bahwa diriku bukan seseorang yang superstitious justru memilih untuk menyematkan tinta warna kedalam kulitku membentuk sebuah simbol keberuntungan bernama dream catcher. Jika kau tanya bagaimana mulanya aku memilih untuk mentato pergelangan tanganku dengan sebuah gambar dream catcher akupun tak tahu. Yang jelas awal mulanya karena dia. Ya, cowok itu.
Sudah lama sekali sejak aku berkenalan dengan cowok itu, begitu pula aku juga sudah lama tak bertemu dengannya. Mungkin tak akan pernah bertemu lagi. Aku tak yakin sih. O ya, aku kenal dia pertama kali saat di bus, saat aku dalam perjalanan pulang dari rumah pamanku di sebuah desa di dekat teluk. Dia tidak istimewa. Bahkan wajahnya terkesan biasa saja. Rambutnya yang gondrong sedikit kumal, berwarna cokelat kemerahan dan bau matahari. Pakaiannya saja ala kadarnya. Kaus oblong berwarna krem dengan motif tribal yang aneh. Celana kargonya yang seperti tidak pernah tersentuh air dan detergen membuatku mengira dia itu semacam gelandangan. Tapi tebakanku salah, dia seorang pengelana. Saat dalam perjalanan kembali ke kota, dia banyak bercerita padaku. Akupun tidak merasa canggung untuk mendengarkan ceritanya meski aku hanya tahu namanya itu Rory.
Sepanjang perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 4 jam itu, Rory banyak bercerita. Dari ceritanya aku tahu bahwa dia adalah seorang backpacker yang memiliki hobi di bidang fotografi. Dia sudah memiliki tunangan, dan tentu saja, dia bukanlah tipeku. Aku sadar betul, meski banyak yang mengatakan bahwa aku ini gadis liar yang suka pulang pagi, suka merokok, dan suka menenggak alkohol. Aku memang tak menampik semua perkataan orang itu, karena aku memang seperti itu. Aku berjiwa liberal karena aku cinta kebebasan.
Saat dalam perjalanan, Rory menunjukkanku sebuah foto yang sudah dicetak. Dalam selembar foto tersebut ada terpampang seorang gadis berusia sekitar 17 tahun. Dia menghadap ke pantai dengan menggenggam sebuah benda yang asing bagiku. Saat aku melontarkan pertanyaan kepada Rory mengenai nama benda itu, dia hanya terbahak. Namun kemudian dia menjawab bahwa benda itu bernama dream catcher. Orang Indian kuno di Amerika menggunakannya untuk menangkal bad luck atau kesialan. Mendengar jawaban Rory, aku terkikik. Ada-ada saja.
Perjalanan menuju rumahku sudah dekat. Aku lihat Rory sedang menulis sesuatu di sebuah buku kecil. Akupun berbisik kepadanya bahwa aku bus yang kami tumpangi sudah hampir sampai ke tujuanku. Dia mengangguk dan tersenyum. Dia kemudian merobek buku kecil yang sedari tadi dia tekuni dan menyodorkan kertas sobekannya padaku. Aku menerimanya.
Bus pun berhenti tepat di halte tak jauh dari rumahku. Aku melambai pada Rory yang juga melambaikan tangannya melalui jendela bus. Bus pun melaju bersama Rory meninggalkanku. Aku teringat pada secarik kertas yang diberikan Rory padaku. Akupun membaca isi tulisannya.
Maafkan aku,
Tapi bolehkah aku minta tolong padamu, Seanna?
Jika boleh, datanglah ke rumah tattoo bernama "The Hallway"
Carilah seorang pria tattoo artist yang bernama Bernard
Katakan padanya, "buatkan aku sebuah tattoo dream catcher"
Jika dia bertanya alasannya kenapa,
jawablah demikian, "aku ingin mengenang Rory, dan aku ingin memberitahumu
bahwa dia meninggal dunia
karena bus yang membawanya pulang mengalami kecelakaan"
-Rory-
Aku bergidik ngeri membaca beberapa baris tulisan Rory. Tulisannya begitu rapi. Ahh, aku pikir, itu hanya sebuah candaan konyol saja. Toh, aku juga tidak begitu mengenal Rory.
***
Ternyata aku salah besar, salah besar. Bus yang aku tumpangi bersama Rory tadi malam benar-benar mengalami kecelakaan maut. Seluruh penumpang yang tersisa tewas ditempat. Siang ini seusai mandi, kuputuskan untuk mencari alamat rumah tattoo bernama "The Hallway" di internet. Setelah mendapatkan alamatnya yang ternyata tak jauh dari blok tempat tinggalku, aku segera bergegas kesana. Dan benar apa kata Rory dalam tulisannya, aku dengan mudah menemukan tattoo artist bernama Bernard. Akupun mengatakan apa yang disuruh Rory melalui secarik kertas itu. Saat mendengar alasanku, Bernard hanya tersenyum simpul. Masih jelas kuingat dia bergumam, "ahh Rory, kau melakukannya lagi". Sampai kini aku tak tahu, apa maksud dari perkataan Bernard. Namun yang jelas, kini di pergelangan tangan kiriku aku memiliki tattoo sebuah gambar dream catcher dengan tiga helai bulu yang terjuntai, seperti dream catcher yang dipegang oleh gadis dalam foto milik Rory itu.
image was taken from here
No comments:
Post a Comment