Does anyone agree with that?
I do agree.
I like shopping. I love shopping. Somehow, I adore it. Haha, nope, the last one is just a joke!
Well, kesukaanku pada aktivitas shopping dimulai sejak SMA. Pada masa SMA aku terbiasa mengumpulkan sebagian uang saku yang kemudian aku gunakan untuk berbelanja baju, sepatu, tas, atau aksesoris di akhir bulan. Maklumlah, uang saku sewaktu SMA dulu tidak sebanding dengan uang saku anak SMA masa sekarang, jadi musti nunggu akhir bulan baru bisa terkumpul cukup untuk shopping. Dan kebiasaan shopping seolah sudah menjadi hobi atau malah kebutuhan yang memang tidak bisa ditinggalkan, meskipun sekarang musti bisa mengontrol diri lebih baik lagi dalam hal penggunaan uang.
Bagiku, shopping bukan hanya kegiatan menghabiskan uang atau suatu aktivitas hedonis yang memuja kemewahan dan sebagainya. Bagiku, shopping adalah seni dan olahraga. Kenapa aku bilang seni? Karena disini aku melatih diriku untuk dapat menggunakan uang jatah shopping yang sengaja aku sisihkan dari gaji bulananku sebaik-baiknya, misalnya untuk belanja barang-barang kesukaanku, seperti baju, sepatu/sandal, aksesoris, ataupun tas. Shopping juga melatih insting dan kegigihan untuk mencari barang terbaik tanpa harus menyia-nyiakan nominal uang yang ada. Selain itu, shopping barang-barang seperti baju juga melatih seni estetika, yakni bagaimana aku menggunakan pikiranku untuk mengimajinasikan barang tersebut akan aku gunakan seperti apa, bagaimana, kapan, dan dipasangkan dengan apa. Jadi shopping bagiku bukan sembarang aktivitas yang tidak bermanfaat.
Lebih-lebih, bagiku, shopping adalah olahraga, ya olahraga fisik dan olahraga otak. Olahraga fisik tentunya dapat dilihat dari kegiatan shopping yang dilakukan di mall, di pasar, maupun di tempat-tempat lain yang memungkinkan. Penelitian mengatakan bahwa aktivitas shopping dapat membantu manusia untuk membakar kalori dengan persentase yang cukup banyak, in one condition: you wont eat too many calories afterwards, unless you get nothing. Olahraga otak yakni bagaimana me-manage uang dan bagaimana menerapkan seni estetika seperti yang aku sebutkan di paragraf sebelumnya.
Shopping is my cardio. I totally agree with that quotation. Aku setuju jika aktivitas shopping bisa membuatku alive, survive, and sane. Tapi lagi-lagi, aku harus keep reminding my self, kalau shopping tidak boleh berlebihan apalagi menjadi addicted. Lama-lama nanti bisa seperti karakter utama di novel Sophie Kinsella "Shopaholic", Rebecca 'Becky' Bloomwood, yang kemudian terlilit banyak hutang karena ketagihan berbelanja produk-produk ber-merk tanpa mengecek ulang kondisi ekonominya sendiri.
Untuk itu, aku lebih suka menyisihkan gajiku, misalnya 30% untuk shopping, 30% untuk ditabung, dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari (transportasi, jajan kuliner, kolekte, sumbangan, dll) dan kebutuhan tak terduga. Kantong aman, hati nyaman. Saat ini aku masih belajar me-manage uangku dengan sistem 30:30:40 tersebut. Semoga bisa segera menjadi suatu habit yang teratur dan bermanfaat bagi diriku dan orang lain. ^^
~xoxo~
No comments:
Post a Comment