Monday, October 29, 2012

Disana Aku ...

Entah mengapa aku selalu bermimpi untuk dapat menikah ditempat itu. Sejak pertama kali kesana, aku sudah berkeinginan untuk menikah disana. Sesekali aku ungkapkan keinginan hati yang sudah lama aku pendam ini pada sahabat-sahabatku.
"Kamu masih waras kan?"
"Kamu abis kejedot pintu ya?"
"Ahh kamu ini aneh-aneh aja"
Seperti itulah kiranya tanggapan sahabat-sahabatku. Ahh, aku tak peduli apa kata mereka, toh yang menjalani hidup ini aku kok.
***
Ku putuskan untuk mengambil kunci mobilku lalu melaju ke tempat itu, sendirian. Yah, sebenarnya itu tempat umum, tempat ibadah yang tidak membatasi siapapun untuk datang kesana. Perjalanan kesana kutempuh dalam waktu sekitar 45 menit, jauh memang dari rumahku. Tapi aku memang sering dan suka kesana. Aku lebih suka ke sana dikala senja, karena pasti tidak banyak umat atau peziarah yang kesana. Sesampainya disana, kuparkir mobil di area parkir yang berjarak 20 meter dari lokasi. Aku berjalan sendirian seperti biasa menuju ke depan bangunan yang sangat megah. Aku berdiri mematung di depan bangunan itu. Mengamati setiap lekuk arsitektur dan pahatan di setiap pilar-pilar kayu jati yang menyangga bangunan itu. Sesekali angin lembut membelai rambut panjangku yang selalu aku gerai. Damai rasanya. Aku pun memejamkan mata sejenak dan menikmati udara dan sapa lembut angin sore itu. Tiba-tiba aku merasakan ada rasa hangat menjalar di kedua tanganku. Ada yang memegang kedua tanganku. Aku sengaja tidak segera membuka mataku, aku ingin menikmati hangatnya sentuhan di jari-jemariku. Si empunya jari-jemari itu berbisik lembut di telingaku "Aku menunggu untuk menemukanmu disini." Suaranya begitu lembut bagaikan suara malaikat dari surga. Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala dengan mata yang masih terpejam. Tiba-tiba ada suara yang mengagetkanku, menggantikan suara lembut yang menyapa telingaku tadi. "Mbak, kok senyum-senyum sendiri?" Aku membuka mata, disampingku berdiri ada anak kecil seumuran 12 tahunan. Aku menduga anak laki-laki itu sudah sedari tadi memandangiku. "Nggak apa-apa kok dek," jawabku sedikit malu. Aku memandang sekeliling, mencari sosok orang yang tadi menggenggam tanganku, membisikkan sebuah kalimat syahdu itu. "Dek!" Aku memanggil anak kecil itu. Aku bermaksud bertanya mengenai siapa yang tadi menghampiriku disini. "Tadi ada yang dateng nemenin mbak berdiri disini nggak ya?" Anak kecil itu menggeleng, "Enggak mbak, mbak dari tadi berdiri sendiri, aku dari tadi duduk disitu, terus aku kesini karena penasaran, kok mbak berdiri terus disitu." Aku tersenyum perlahan mendengar jawabannya. Kemudian aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu untuk menuju tempat doa.

Aku mengambil posisi duduk yang paling nyaman di sekitar tempat doa. Memandang wajah sosok Yesus yang duduk di dalam bangunan yang menyerupai candi, Bapaku, Bapa yang selalu mendengar apa yang menjadi keluh kesahku. Aku mulai berdoa meski tidak sekushyuk yang aku harapkan. Aku tidak bisa konsentrasi, semacam mungkin pikiranku memang sedang terganggu. Ya, sampai-sampai aku mendengar suara yang tidak berwujud, merasakan genggaman tangan dari sesuatu yang tidak ada. Ya Tuhan, jangan-jangan aku tidak waras. Ahh, sudahlah, aku mau berdoa dulu. Selesai berdoa, kulirik jam tangan warna hitamku, sudah jam 6.53 sore. Sudah hampir malam, tapi sama saja, aku dirumah juga tidak punya kegiatan yang berarti. Ku putuskan untuk duduk-duduk sebentar di pendopo di dekat bangunan Gereja. Iseng-iseng aku buka BBku. Yah, tidak ada yang berubah. Tidak ada BBM masuk pula. Akhirnya aku utak-utik BB untuk buka Facebook. Tak ada yang menarik. Kututup laman Facebook. Suasana disekitarku sudah mulai gelap. Lampu di pendopo ini juga tidak terlalu terang. Setengah jam kemudian, aku pun merasa bosan dan sudah kena gigit pasukan nyamuk. Ku putuskan untuk pulang.

Saat beranjak mendekati gerbang, ada seseorang yang memanggilku. "Mbak tunggu sebentar!" 
Aku menoleh, mendapati sesosok laki-laki sepertinya lebih tua dari aku. "Ya, ada apa ya mas?" ucapku sopan. "Rosarionya tadi ketinggalan di tempat doa. Saya pikir ini punya mbak, tadi pas saya baru dateng, ada rosario ini, saya tadi papasan sama mbak, jadi saya pikir ini punya mbak." Dia menyodorkan rosario bermanik warna merah marun. Itu memang punyaku, ahh ceroboh sekali aku ini. O ya, aku memang memiliki kebiasaan untuk berdoa rosario meskipun aku sedang menghadap Tuhan Yesus. Aku menerima rosario itu. "Makasih ya mas." Dia mengangguk kemudian mengambil langkah untuk pergi meninggalkan tempatku berdiri. "Mas!" Aku memanggil dia. Aduhh, aku ini kenapa, pakai panggil-panggil segala. Dia berhenti dan menoleh, "Ada apa mbak?" Aku menyodorkan tanganku, "Rara". "Ega" Dia menyambut tanganku. 

Singkat kata, aku dan dia mengobrol sebentar. Dari obrolan tersebut aku mengetahui bahwa dia adalah muda-mudi dari Gereja itu. Dia sudah lulus kuliah dan sekarang bekerja sebagai dokter muda di sebuah rumah sakit di Jogja. Dari obrolan itu aku mengenal dia sedikit demi sedikit. Entahlah, aku begitu tertarik dengan apa yang dia bicarakan. Dengan caranya bicara, caranya memandang, dan caranya tersenyum. Semuanya indah. Dia bilang, dia memang sering ke tempat ini. Bahkan dia mengaku pernah bertemu denganku beberapa kali disini, tapi aku saja yang tidak pernah menyadari. Dia juga tahu kebiasaanku yang selalu berdiri beberapa menit di depan bangunan Gereja setiap aku datang kemari. Dan yang paling mengejutkanku adalah bahwa dia sudah lama ingin berkenalan denganku, bahkan sebelum dia menjadi dokter alias masih Koas. Dia penasaran denganku, dengan kebiasaanku setiap aku datang kemari. 
***
Aku kembali berdiri di depan bangunan Gereja itu, namun kali ini aku tak sendiri. Aku bersama dengan ayah, ibu, dan saudara-saudaraku. Aku mengenakan kebaya berwarna merah marun, seperti warna manik rosarioku yang dulu tertinggal di tempat doa. Aku berdiri di depan Gereja itu berdampingan dengan dia yang dulu menemukan rosarioku dan mengembalikannya padaku. Namun, ternyata tak hanya rosarioku yang dia bawa waktu itu, namun juga hatinya yang tulus. Aku siap untuk menjadi bagian dari hidupmu, bagian dari hatimu, dan menjadi tulang rusukmu yang hilang. Aku kembali merasakan memori, dimana aku berdiri terdiam ditempat yang sama dan mendengar seseorang berkata "Aku menunggu untuk menemukanmu disini, TULANG RUSUKKU."

image was taken from here


Fiksi ini didedikasikan untuk
Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus-Ganjuran

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
PitaPata - Personal picturePitaPata Cat tickers
PitaPata - Personal picturePitaPata Cat tickers
Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net