Menurut beberapa buku yang aku baca, kucing, seperti halnya anjing dan manusia, juga bisa ngambek atau marah. Awalnya sih aku nggak percaya sama apa yang tertulis di buku tersebut. Tapi, setelah kejadian kemarin Rabu (18 September 2013) baru aku percaya kalau kucing memang memiliki perasaan yang terbilang unik. Ya, kucing memiliki emosi. Kalau dia bisa senang, tentu saja dia bisa sedih dan marah. Jadi ceritanya kemarin Rabu, Cheeten marah padaku. Gara-garanya pagi-pagi jam 8 lebih dia meloncat masuk ke kamarku melalui jendela yang menghadap keluar. Seperti biasa kalau sudah begitu, dia pasti minta jatah sarapan. Akupun bergegas membimbingnya ke dapur. Oopsss! Ternyata di dapur hampir tidak ada makanan yang bisa Cheeten makan (kebetulan makanan kucing kesukaan Cheeten habis sejak hari Selasa) Yang ada di dapur cuma sayur tumis kangkung-tahu dan nasi putih dalam magic jar. Hmmm, Cheeten bukan tipe kucing yang suka dengan sayur ataupun nasi. Jadi dengan terpaksa aku mencari alternatif makanan lain. Karena nggak mungkin kalau aku keluar untuk beli ayam goreng atau ikan goreng kesukaannya, maka aku berinisiatif untuk membuatkan telur dadar kesukaannya. Cheeten memang terbilang suka makan telur dadar dan telur mata sapi. Kebetulan juga di kulkas masih ada beberapa buah sosis ayam. Cheeten itu pintar, kalau sudah lihat aku berdiri dan sibuk dengan kompor serta alat masak, dia akan berhenti mengeong dan memilih untuk tiduran di lantai.
Setelah selesai dengan telur dadar dan sebuah sosis goreng, aku menuju ke piring makan Cheeten. Aku potong kecil-kecil telur dadar dan sosisnya (Cheeten suka telur dadar yang dipotong dadu dan sosis yang dipotong kemudian dipenyet sehingga dagingnya keluar). Apa yang terjadi?? Cheeten cuma mengendus sekali ke arah makanannya kemudian melengos pergi. Eh? Kok gitu? pikirku. Aku coba buat membujuk dia untuk makan, tapi dia tetap berlalu pergi dengan tatapan seolah-olah bilang, "Nggak ada makanan lain apa??" Aku membuntuti kemana dia pergi, ternyata dia pergi ke kamarku dan naik ke kasur. Okelah, untuk kali ini aku ijinkan dia naik ke kasur (biasanya nggak boleh karena dia sudah punya kasur sendiri). Setelah memastikan Cheeten baik-baik saja, aku pun melanjutkan kerjaanku menulis artikel. Sampai jam 11 siang, Cheeten terlihat diam di kamar. Sewaktu aku tengok, ternyata dia tidak tidur, hanya tiduran. Melihat aku datang, dia langsung berbalik membelakangiku. Eh? Aku sempet bingung. Aku kira dia sakit atau apa. Biasanya kalau lihat aku dia langsung mengeong, kali ini hampir seharian dia diam saja. Aku sempat khawatir.
Pada akhirnya semua terjawab ketika adekku pulang sekolah. Aku yang jemput dia di sekolah. Saat perjalanan pulang aku cerita kalau Cheeten diam saja, sepertinya dia marah. Setelah sampai di rumah, terlihat Cheeten sedang asik tiduran di ruang TV. Ketika melihat adekku, dia langsung bereaksi seperti biasa. Mengeong manja dan menggesek-gesekkan kepalanya di kaki adekku. Tapi, sewaktu giliranku mendekat, dia cuma menatapku tanpa bersuara. Hmmm, sepertinya Cheeten benar-benar marah padaku sampai dia nggak mau dekat-dekat denganku. Akhirnya, aku menyuruh adekku dan ibukku untuk memberi makan Cheeten dengan ayam suwir. Untung saja, pagi harinya (Kamis, 19 September 2013) Cheeten sudah bersikap seperti biasa padaku. Dia sudah mau mengeong dan duduk berdekatan denganku.
Pelajaran yang bisa dipetik dari Cheeten kali ini adalah bahwa kucing memang benar-benar memiliki perasaan dan emosi layaknya manusia. Kalau ada orang yang tega berbuat jahat pada mereka (atau menyiksa mereka), pasti mereka akan sedih dan sakit hati. Saling menghormati merupakan hal terbaik yang harus kita bangun untuk menjembatani persahabatan kita dengan hewan peliharaan kita, apapun itu.
~Hug & Kiss~
xoxoxo